# Tags

Korea Selatan di Ambang Krisis Kelahiran

Pada bulan Mei 2024, Pemerintah Korea Selatan mengumumkan rencana untuk membentuk kementerian pemerintah yang akan menangani ” keadaan darurat nasional ” yang semakin meningkat karena jumlah kelahiran yang sangat rendah. Menanggapi mahalnya biaya perumahan, sekolah, dan jam kerja yang panjang, Pemerintah Korea berjanji untuk meningkatkan tunjangan cuti orang tua, memperpanjang waktu cuti bagi para ayah, menerapkan jadwal kerja fleksibel, dan meringankan kesulitan pendidikan bagi orang tua.

Keputusan tersebut diambil setelah data dirilis pada bulan Februari, yang menyebutkan bahwa Korea Selatan memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia—jumlah rata-rata anak yang akan dimiliki seorang wanita selama masa reproduksinya. Untuk tahun 2022, Statistik Korea melaporkan tingkat kesuburan sebesar 0,78 atau 78 bayi untuk setiap 100 wanita. Angka ini turun menjadi 0,72 pada tahun 2023, dan proyeksi sebelumnya memperkirakan penurunan yang lebih tajam menjadi 0,68 untuk tahun 2024.

Tanpa memperhitungkan imigrasi, negara-negara bergantung pada tingkat kesuburan 2,1 untuk mempertahankan jumlah penduduk yang stabil dimana tingkat yang tiga kali lebih tinggi dari proyeksi kesuburan untuk tahun ini di Korea Selatan.  Kekhawatiran dengan tingkat kesuburan yang sangat rendah dalam jangka panjang adalah populasi yang menua, yang mungkin tidak memiliki cukup sumber daya untuk merawat mereka karena angkatan kerja aktif menyusut.

Mengapa Angka Kelahiran Korea Selatan Sangat Rendah? 

Bahwa berbagai faktor menjadi pendorong angka terendah tersebut. Di antaranya adalah tenaga kerja yang kompetitif, dikombinasikan dengan kesenjangan gaji gender terbesar di 38 negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi. Perempuan Korea Selatan dilaporkan memutuskan untuk tidak memiliki anak bukan hanya karena kesenjangan gaji di tempat kerja, tetapi juga karena minggu kerja yang panjang di negara itu, kesulitan dalam menemukan perumahan yang terjangkau, terutama di Seoul, dan penurunan angka pernikahan. Jam kerja yang panjang di banyak pekerjaan di Korea Selatan menjadi penghalang untuk menyeimbangkan antara mengasuh anak dan bekerja.

Jam kerja yang panjang, upah yang rendah, dan rendahnya angka pernikahan merupakan beberapa kendala dalam memiliki anak. Ada beberapa kendala yang relatif unik dalam hal kelahiran anak-anak di Korea Selatan. Dimana pendidikan sangat mahal, yang membuat orang enggan memiliki keluarga besar.

Meskipun Korea Selatan menawarkan cuti orang tua, hanya sedikit pria dan wanita yang memanfaatkannya karena ekspektasi pengusaha dalam budaya kerja yang penuh tekanan, hanya sedikit kelahiran yang terjadi di luar nikah, jadi menurunnya angka pernikahan menekan angka kelahiran.  Angka kelahiran juga mengalami tren penurunan di negara-negara maju lainnya, termasuk Amerika Serikat , di mana angka kesuburan menurun menjadi 1,62 bayi per wanita pada tahun 2023, turun 2% dari tahun 2022. Angka ini merupakan angka kelahiran yang terendah di dunia.

Dorongan Peningkatan Angka Kelahiran 

Setelah menghapuskan kebijakan antifertilitas pada akhir tahun 1970-an, Korea Selatan tidak menerapkan kebijakan Peningkatan Angka Kelahiran apapun hingga milenium baru. Pada tahun 2001, pemerintah daerah di Korea Selatan mulai mengembangkan kebijakan transfer tunai Peningkatan Angka Kelahiran yang ditujukan kepada keluarga dengan bayi baru lahir.

Kebijakan tersebut dipromosikan secara gencar, meningkatkan kesadaran melalui pengumuman publik, poster jalanan, selebaran, dan surat. Kemudian, pada tahun 2024, pemerintah Korea Selatan berencana untuk memperluas insentif melahirkan, tunjangan cuti ayah, dan program kesejahteraan perumahan bagi keluarga dengan bayi baru lahir, sebagai bagian dari upaya yang lebih luas, untuk meningkatkan angka kelahiran yang menurun di negara itu.

Para pejabat memperkirakan pembayaran bulanan akan meningkat menjadi 1 juta won ($770) untuk rumah tangga dengan bayi di bawah usia 1 tahun, dan setengahnya untuk mereka yang memiliki bayi berusia antara 1 dan 2 tahun.  Sejauh ini, subsidi cuti pengasuhan anak berbayar bagi ibu pekerja telah meningkatkan konsepsi dan mengurangi kontrasepsi yang merupakan mekanisme penting untuk memanipulasi kesuburan.

Meskipun kebijakan peningkatan angka kelahiran mungkin tampak mendukung wanita dan pasangan, kebijakan tersebut semata-mata ditujukan untuk menghasilkan anak tanpa memberikan bantuan jangka panjang yang memadai. Penelitian menunjukkan bahwa dampaknya hanya berlangsung sebentar dan pada akhirnya tidak cenderung meningkatkan jumlah anak yang dimiliki seorang wanita, tetapi dapat mempengaruhi waktu ketika ia memiliki anak atau anak-anak.

Kelemahan lainnya berasal dari kecenderungan untuk merancang strategi peningkatan angka kelahiran tanpa mencari masukan dari perempuan. Insentif keuangan jangka pendek tampaknya tidak akan berdampak luas pada pengambilan keputusan orang-orang yang berkaitan dengan isu-isu besar seumur hidup seperti kemungkinan untuk terus bekerja dan partisipasi pasangan dalam pengasuhan anak.

Beberapa pakar berpendapat bahwa imigrasi dapat membantu mengatasi kesenjangan ini. Namun, hal itu tampaknya tidak cukup untuk mengatasi krisis populasi. Kebijakan imigrasi Korea Selatan diarahkan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja daripada mengatasi masalah populasi yang lebih luas. Meskipun pendekatan ini dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja langsung, pendekatan ini memiliki keterbatasan.

 

 Oleh: Damara Aliftha Fadani

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *