# Tags
#Pendidikan

Budaya Keras Belajar Korea Selatan: Menambah Prestasi Atau Menambah Tekanan?

Korea Selatan menjadi salah satu negara yang memiliki kualitas pendidikan terbaik di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kualitas SDM Korea Selatan yang ulet serta produktif. Sistem pendidikan di Korea Selatan sendiri terkenal dengan kerja keras dan ketekunannya. Menurut kebudayaan sistem pendidikan Korea Selatan, keberhasilan seseorang dalam dunia pendidikan dapat meningkatkan status sosial mereka dalam masyarakat.

Namun, di balik semua itu, terdapat budaya keras belajar yang menjadi ciri khas masyarakat Korea Selatan. Budaya ini telah menciptakan lingkungan yang kompetitif dan penuh tekanan karena tiap individu saling ber-ambisi menjadi yang terbaik.

Pendidikan menjadi salah satu pilar penting dari kemajuan masyarakat Korea Selatan. Pemerintah memberikan kebijakan pendidikan gratis untuk jenjang sekolah dasar, yang berkontribusi pada tingginya angka partisipasi anak-anak dalam pendidikan.

Sistem Pendidikan Korea Selatan

Sistem pendidikan di Korea Selatan saat ini disebut dengan sistem 6-3-3-4. Artinya, seorang siswa akan menempuh pendidikan SD selama 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, dan S1 selama 4 tahun.

Sistem pendidikan Korea Selatan dikenal luas telah berhasil menghasilkan SDM yang berkualitas tinggi. Masyarakat Korea Selatan sangat menghargai pendidikan, hal ini tercermin dalam upaya para orang tua yang bahkan rela mengeluarkan biaya besar untuk bimbingan belajar (Hagwon), kursus tambahan, dan tutor privat demi memastikan bahwa anak-anak mereka mendapat pendidikan yang berkualitas.

Pelajar Korea Selatan terkenal sebagai pekerja keras dalam usahanya untuk mendapatkan kursi pendidikan tinggi terbaik. Misalnya meskipun sekolah telah usai pada pukul 16.00, para pelajar akan melanjutkan studinya di pusat-pusat lembaga bimbingan belajar (Hagwon).

Hagwon merupakan bimbingan belajar setelah sekolah yang banyak siswa di Korea Selatan lakukan. Untuk siswa SMA biasanya Hagwon berfokus pada bidang akademik, sedangkan siswa SD bisa memilih antara bidang akademik, seni, maupun olahraga.

Untuk siswa SMP dan SMA, Hagwon akan dimulai pukul 17.00 sampai pukul 20.00 atau 22.00 tergantung aturan sekolah masing-masing, dengan jeda waktu makan malam pada pukul 18.00. Dalam sehari, rata-rata pelajar di Korea Selatan menghabiskan waktu selama 14 jam di ruang kelas dan tidur hanya 5,5 jam setiap malamnya.

Tes Suneung

Suneung atau College Scholastic Aptitude Test (CSAT), adalah ujian masuk perguruan tinggi tingkat nasional yang paling umum di Korea Selatan, yang diadakan tiap setahun sekali, yaitu pada hari Kamis di bulan November.

Suneung dilaksanakan selama sembilan jam, yang menentukan masa depan para pelajar yang mengikuti ujian ini. Dalam ujian ini kemampuan matematika, bahasa Korea, bahasa Inggris, sejarah, ilmu sosial, serta bahasa asing kedua di luar bahasa Inggris diuji hingga level maksimal.

Ujian ini dianggap sangat penting bagi Masyarakat Korea Selatan. Karena ujian ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar atau jabatan tertentu, serta menentukan masa depan akademik dan karir para pelajar.

Begitu pentingnya ujian ini, sampai terdapat peraturan yang tidak mengizinkan pesawat terbang untuk mengudara seperti biasanya pada tiap hari Kamis di minggu kedua pada bulan November. Beberapa penerbangan bahkan sengaja menunda jadwal terbangnya. Truk-truk besar yang bersuara cukup keras pun dilarang melintas di jalan-jalan utama. Pada hari yang sama, jam kerja bisnis dan pelayanan publik juga dimulai lebih siang dari hari-hari biasanya.

Kenapa hal tersebut dilakukan? Tujuannya adalah agar para siswa tidak terlambat untuk tiba di tempat ujiannya. Bahkan para polisi mendapat tugas tambahan pada hari tersebut, yaitu untuk mengantarkan siswa yang terlambat sampai di tempat tujuannya.

Struktur Pendidikan yang Ketat

Akibat terlalu sering menghabiskan waktu tiap hari untuk belajar dan belajar, banyak para siswa yang tidak memiliki waktu untuk bersantai atau mengeksplorasi minat mereka karena fokus utama mereka adalah untuk mencapai hasil akademik yang sempurna.

Namun, meskipun sebenarnya memiliki tujuanyang baik untuk masa depan, budaya keras belajar ini telah terbukti membawa dampak yang cukup serius terhadap kesehatan mental para siswa di Korea Selatan. Banyak siswa mengalami stress berlebih akibat tuntutan akademis yang tinggi. Menurut penelitian, Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di kalangan pelajar di dunia. Tuntutan untuk selalu mendapat hasil yang sempurna dapat menyebabkan kecemasan serta depresi yang serius.

Kondisi ini semakin diperburuk oleh harapan orang tua yang tidak realistis. Beberapa orang tua menganggap bahwa keberhasilan akademik anak-anak mereka merupakan cerminan status sosial keluarga di tengah masyarakat.

Upaya Mengurangi Depresi

Sadar akan permasalahan serius yang muncul dari budaya keras belajar ini, beberapa pihak mulai melakukan upaya yang diharapkan dapat menciptakan perubahan. Beberapa sekolah mulai menerapkan program-program yang mendukung kesehatan mental para siswa untuk membantu mereka mengatasi stres dan tekanan.

Selain itu, pemerintah juga berinisiatif untuk mengurangi jumlah ujian dan memberikan lebih banyak kebebasan kepada siswa dalam memilih jalur pendidikan mereka.

Namun, upaya-upaya menciptakan perubahan ini cukup sulit dilakukan karena budaya kompetitif telah melekat pada tiap masyarakat Korea Selatan. Banyak orang tua masih percaya bahwa keberhasilan akademis merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai kesuksesan.

 

Oleh:  Nasywaa Saaroh Sesilia

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *