Perjuangan Feminisme di Korea Selatan: Antara Tradisi Patriarki dan Gelombang Modernisasi

Sumber foto: The Economist
Korea Selatan merupakan negara yang terletak dibagian Timur laut benua Asia, negara yang terkenal akan industri entertainmentnya seperti Kpop dan Kdrama, memiliki tempat tempat wisata yang unik dan indah,Tentu saja hal ini membuat para fans Kpop dan Kdrama serta Non fans berbondong bondong untuk mengunjungi negara ini untuk merasakan vibes dan pengalaman yang ada di drama secara langsung.Selain itu negara ini juga terkenal akan produk produknya seperti barang barang elektronik, skincare dan make up, serta busana yang terkenal sangat canggih dan trendy, yang membuat negara ini menjadi salah satu negara tertinggi dalam hal pasar kecantikan dan salah satu negara paling maju dalam bidang informasi dan komunikasi secara global.
Meskipun Korea Selatan termasuk negara yang maju, akan tetapi negara ini juga terkenal akan budaya Patriarkinya, negara ini berada di urutan ke 94 dalam hal kesetaraan gender.
BUDAYA PATRIARKI DI KOREA SELATAN
Budaya Patriarki di Korea didukung oleh ajaran Konfusianisme yang sudah berjalan sejak pada zaman Joseon (1392-1897). Ajaran Konfusianisme ini sudah mendarah daging di dalam kehidupan masyarakat Korea Selatan, seperti dalam bidang pendidikan, ritual,persepsi filosofis serta moral masyarakatnya. Ajaran Konfusianisme ini mengajarkan kepada masyarakat Korea bahwa laki laki adalah pemimpin dalam struktur keluarga dan merupakan provider utama dalam keluarga sehingga semua keputusan dan aturan ada di tangan laki laki, ajaran ini memberikan pandangan atau gambaran bahwa perempuan tidak mempunyai hak atau wewenang untuk mengurus rumah tangga dan hanya ditempatkan dalam peran domestik dan hanya mematuhi perintah laki laki. Hal ini juga yang membuat dan mempengaruhi banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan dan pelecehan seksual di Korea Selatan.
Budaya Patriarki ini tidak hanya terjadi di lingkungan rumah tangga saja tetapi juga dalam dunia kerja,politik dan struktur sosial masyarakat Korea Selatan. Terlepas dari fakta bahwa sekarang perempuan di Korea Selatan bisa mengakses pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki posisi kedudukan dan jabatan yang sama seperti laki laki, akan diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja dan politik masih bisa terasa melalui perbedaan sikap dari masyarakat bisa dirasakan secara langsung, dimana laki laki selalu mendapat sanjungan,dukungan dan gaji yang lebih tinggi dari perempuan, sementara perempuan dipandang sebelah mata dan diberi gaji yang lebih sedikit daripada laki laki meskipun beban dan posisi pekerjaan mereka sama.
Selain itu standar kecantikan Korea yang semakin hari semakin membebani perempuan Korea, hal ini membuat perempuan Korea merasa dituntut untuk menjadi sempurna, ini membuat para peremuan di negara tersebut terutama perempuan yang bekerja di bidang entertainment ini semakin stress hingga mengalami depresi berat karena hal ini.
BANGKITNYA GERAKAN FEMINISME MELALUI GELOMBANG MODERNISASI
Gerakan feminisme di Korea Selatan dimulai sebelum perang dunia dua dan pasca 1945 namun sebagian besar kelompok tidak terlalu fokus kepada hak perempuan hingga pertengahan tahun 1980an. Seiring dengan menerjangnya gelombang modernisasi di negara Korea Selatan, gerakan feminisme ini mulai lebih aktif untuk menyuarakan hak mereka para perempuan dan mendesak pemerintah negara Korea Selatan agar membuat ruang bagi perempuan untuk berkontribusi dalam mengatur negara dan memperluas lapangan pekerjaan bagi perempuan serta memberikan aturan atau UU tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak sehingga mereka lebih aman dan nyaman ketika bekerja. Dari sini pemerintah Korea Selatan mulai melakukan perubahan dan perbaikan untuk memajukan keadilan gender dimulai dari memberikan kuota 30 persen bagi perempuan yang ingin menyalonkan diri di parlemen sejak tahun 2000,kemudian pada 2001 membentuk kementrian kesetaraan gender serta memberlakukan cuti melahirkan selama 90 hari,cuti keluarga, hingga memberikan pengasuhan insentif kepada anak. Sejak tahun 2013 tingkat partisipasi perempuan di pendidikat tinggi meningkat secara signifikan hingga pada 2020 mencapai 71 persen atau 5 kali lebih tinggi dari laki laki.
Akan tetapi banyak nya perubahan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi isu tentang kesetaraan gender ini, seperti tidak ada perubahan dikarenakan perempuan masih saja mengalami diskriminasi dan pelecehan di tempat mereka bekerja.
MODERN FEMINISME VS BUDAYA PATRIARKI
Modernisasi, dan masyarakat yang memelihara budaya patriarki serta sikap pemerintah yang hanya setengah setengah dalam menangani isu kestaraan gender ini membuat perempuan di Korea Selatan merasa mereka tidak terurus atau terkceil kan dan ini juga membuat mereka tidak percaya lagi terhadap pemerintah, yang pada akhirnya mereka membuat gerakan 4B dan 6B, gerakan ini muncul untuk melawan norma patriarki, gerakan ini terdiri dari empat aspek yaitu: Bihon (menolak menikah),Bichulsan (menolak untuk melahirkan),Biyeonae (menolak untuk berkencan), dan Bisekseu (menolak untuk berhubungan seks).Gerakan ini kemudian berubah menjadi 6B dengan menambah 2 aspek baru yaitu penolakan terhadap produk seksis dan menekankan solidaritas antar perempuan. Selain menjadi penolakan terhadap budaya patriarki gerakan ini juga bertujuan untuk mengaskan bahwa peran perempuan tidak terbatas di reproduksi dan keluarga. Selain itu para perempuan mulai mempopulerkan gaya hidup ‘Honjok’ yaitu gaya hidup mandiri yang menekankan kebebasan individu, semakin populer di kalangan perempuan Korea.