# Tags
#Gender Issues #Sosial

Getting to Know the 4B Movement: Penolakan Terhadap Sistem Patriarki di Korea Selatan

Sumber foto: Modern Diplomacy

 

Korea Selatan dikenal sebagai negara maju dengan industri teknologi dan hiburan yang berkembang pesat. Namun, di balik kemajuan tersebut, masih terdapat struktur sosial yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai patriarki. Praktik budaya patriarki di Korea Selatan sangat dipengaruhi oleh ajaran Konfusianisme yang mempromosikan nilai-nilai yang membatasi ruang gerak serta hak-hak perempuan. Dalam sistem keluarga yang diajarkan Konfusianisme, pernikahan merupakan hal yang wajib, dan pernikahan dini merupakan hal yang umum. Ajaran ini memisahkan peran gender secara tegas, dengan laki-laki (suami) sebagai pemimpin keluarga dan perempuan (istri) yang harus tunduk dan berperan sebagai pengurus rumah tangga. Pada masa kontemporer ini nilai-nilai Konfusianisme masih banyak dipraktikkan oleh masyarakat Korea Selatan. Kepercayaan tersebut meliputi ketidaksetaraan gender yang mengakibatkan objektifikasi terhadap perempuan dan kekerasan terhadap perempuan yang akhirnya lahirnya gerakan seperti 4B sebagai respon penolakan sistem patriarki yang mendominasi. 

Apa itu Gerakan 4B?

Gerakan 4B adalah gerakan yang didorong oleh perempuan di Korea Selatan untuk menolak empat hal yang menjadi ekspektasi sosial patriarki terhadap perempuan. 4B adalah  singkatan dari empat kata yang dimulai dengan “bi”, yang berarti “tidak” dalam bahasa Korea. Gerakan ini menyerukan untuk menolak, tidak menikah (Bi-hon), tidak melakukan hubungan romantis (Bi-yeonae), tidak melahirkan (Bi-chulsan), dan tidak melakukan aktivitas seksual (Bi-seong). Gerakan ini berkembang sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem yang mengeksploitasi perempuan, serta upaya untuk menciptakan ruang kebebasan dan kemandirian bagi mereka. Gerakan 4B awalnya muncul sebagai bagian dari gerakan feminis di Korea Selatan, gerakan ini kemudian berkembang di kalangan feminis melalui media sosial pada pertengahan akhir 2010-an. Gerakan 4B menjadi bagian dari feminisme digital yang berkembang di Korea Selatan, feminisme digital merupakan gerakan yang memperjuangkan perempuan serta haknya dengan memanfaatkan internet sebegai media aktivismenya (Shakina, 2022). Dengan menyebar melalui media sosial, Gerakan 4B juga menjadi bagian dari feminisme digital, yang memungkinkan perempuan berbagi pengalaman, mendukung satu sama lain, dan membangun komunitas yang saling memberdayakan tanpa perlu bertemu secara fisik. Meski lebih banyak dilakukan secara daring, pelaksanaan gerakan 4B juga berlangsung secara luring. 

Mengapa terbentuk gerakan 4B di Korea Selatan ?

Gerakan 4B, bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba. Ia lahir sebagai akumulasi ketidakpuasan perempuan Korea Selatan terhadap ketidaksetaraan gender dalam lingkungan sosial Korea Selatan. Salah satu pemicu utama adalah peluncuran situs web Chulsanjido oleh Pemerintah Korea Selatan pada bulan Desember 2016, situs ini secara terang- terangan menyoroti jumlah perempuan usia subur di berbagai wilayah, Menteri Administrasi dan Kemanan (Haengjeonganjeounbu) mengatakan  tujuan dari diluncurkannya situs web ini adalah mempromosikan persaingan antar kota untuk menghasilkan lebih banyak bayi. Mengingat bahwa Korea Selatan mengalami permasalahan penurunan angka kelahiran. Melalui peluncuran situs web tersebut memperlihatkan bahwa Chulsanjido mengobjektifikasi perempuan dengan memanfaatkan kapasitas reproduksi perempuan untuk meningkatkan kepentingan negara. Chulsanjido mengasosiakan perempuan dengan perannya dalam lingkup domestik seperti melahirkan dan mengurus anak. Padahal para perempuan berhak menentukan nasibnya sendiri, dalam melakukan hal di luar ranah domestik, termasuk menentukan pilihan dalam memiliki anak. Hal ini kemudian memicu diskusi mengenai penolakan pernikahan dan persalinan yang menjadi cikal-bakal gerakan 4B. Karena pada dasarnya perempuan tidak ingin diperalat sebagai penghasil bayi demi mencapai kepentingan negara (Shakina, 2022).

Selain itu, kasus Webchard Cartel semakin memperkuat ketidakpercayaan perempuan terhadap sistem sosial yang tidak melindungi mereka. Webhard Cartel memproduksi dan mendistribusikan video pornografi memberi gambaran manifestasi budaya patriarki di Korea Selatan dalam dunia digital. Webchard Cartel menunjukan pengambilan rekaman video telanjang para perempuan tanpa sepengetahuan korban kemudian mereka up ke dalam platform yang dapat diakses oleh banyak orang secara berbayar. Para oknum penyedia dan oknum pengunggan mendapatkan keuntungan berupa materi dari video telanjang tubuh perempuan. Berdasarkan berita yang disiarkan Subusu News (2018) terdapat korban yang melakukan bunuh diri sebab kasus tersebut, dengan bebas konsekuensi hukum bagi pelakunya. Kasus Webhard Cartel sarat akan unsur-unsur budaya patriarki, terhadap perempuan, hal ini juga pengaruh dari sistem sosial yang tidak menjunjung kesetaraan gender yang ada di masyarakat Korea Selatan. Maraknya kasus tersebut mendorong perempuan untuk menghindari percintaan dan persetubuhan, karena kasus tersebut banyak dilakukan oleh pasangan. Maka dari itu, setelah pernikahan dan persalinan, elemen percintaan dan persetubuhan ditambahkan menjadi bagian dari hal yang harus dihindari perempuan demi melawan patriarki (Shakina, 2022).

Lebih dari Sekedar Penolakan

Gerakan 4B tidak hanya tentang penolakan terhadap pernikahan atau hubungan romantis, akan tetapi lebih dalam dari itu. Ini adalah bentuk kritik terhadap sistem sosial yang menempatkan perempuan sebagai individu yang harus tunduk pada sistem patriarki. Gerakan ini membangun ruang bagi perempuan untuk membangun identitas mereka sendiri tanpa terikat oleh norma – norma yang terpengaruh ajaran tradisional. Dengan demikian, gerakan ini bukan hanya tentang apa yang ditolak, tetapi tentang apa yang diperjuangkan meliputi, kebebasan, kesetaraan gender, dan pengakuan terhadap hak perempuan sebagai individu yang mandiri. Dalam konteks ini, gerakan ini menciptakan peluang bagi perempuan untuk berbicara tentang kebebasan mereka, memutuskan jalan hidup sendiri, dan menentang sistem yang telah lama mengekang mereka.

 

Oleh: Dian Mustika Maharani

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *