# Tags
#Sosial

Meningkatnya Kesepian dan Fenomena ‘Hikikomori’ di Korea Selatan

Sumber foto: CNN

 

Korea Selatan dikenal sebagai salah satu negara dengan perkembangan ekonomi dan teknologi yang pesat. Namun, di balik kesuksesan tersebut, muncul fenomena sosial yang semakin mengkhawatirkan, yaitu meningkatnya kesepian dan isolasi sosial. Dalam beberapa kasus, hal ini menyerupai fenomena ‘hikikomori’ yang lebih dulu dikenal di Jepang. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah ini menjadi masalah serius yang perlu mendapat perhatian, atau hanya sekedar dampak dari kehidupan modern?

Tekanan Sosial dan Budaya Kompetitif

Salah satu penyebab utama meningkatnya kesepian di Korea Selatan adalah tekanan sosial yang tinggi. Sejak usia muda, masyarakat Korea dihadapkan pada persaingan akademik yang sangat ketat. Sistem pendidikan yang menuntut siswa belajar hingga larut malam, ditambah dengan ekspektasi keluarga yang tinggi, sering kali membuat individu mengalami stres berat bahkan sejak usia dini.

Tekanan ini tidak berakhir setelah mereka menyelesaikan pendidikan. Ketika memasuki dunia kerja, budaya kerja yang mengutamakan jam kerja panjang dan produktivitas tinggi membuat banyak pekerja sulit memiliki kehidupan sosial yang seimbang. Banyak dari mereka mengorbankan waktu untuk bersosialisasi demi menjaga stabilitas karier mereka. Akibatnya, mereka sering kali merasa terisolasi dan kesepian.

Fenomena ‘Hikikomori’ di Korea Selatan

Meskipun istilah ‘hikikomori’ berasal dari Jepang, fenomena ini mulai terlihat juga di Korea Selatan. Hikikomori merujuk pada individu yang menarik diri dari kehidupan sosial dan mengisolasi diri di dalam rumah selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Mereka menghindari interaksi sosial, tidak bekerja, dan sering kali bergantung pada keluarga untuk kebutuhan sehari-hari.

Di Korea Selatan, fenomena ini dipicu oleh tekanan akademik, kegagalan dalam dunia kerja, serta ekspektasi sosial yang berat. Banyak individu merasa tidak mampu memenuhi standar masyarakat, sehingga memilih untuk menarik diri dari kehidupan sosial. Dalam beberapa kasus, isolasi ini menjadi respons terhadap stigma kegagalan yang sangat kuat di budaya Korea.

Kemajuan teknologi, meskipun memberikan banyak manfaat, juga berkontribusi pada meningkatnya isolasi sosial. Kehadiran media sosial dan game online menciptakan dunia virtual yang membuat banyak orang merasa lebih nyaman daripada berinteraksi di dunia nyata.

Banyak kaum remaja lebih memilih menghabiskan waktu di dunia digital daripada menghadapi tekanan sosial dalam kehidupan nyata. Meskipun teknologi memungkinkan koneksi tanpa batas, namun sayangnya hal ini malah memperdalam rasa kesepian yang terjadi. Ketergantungan pada dunia virtual menciptakan siklus isolasi yang sulit diputus, membuat individu semakin terbiasa dengan gaya hidup menyendiri.

Dampak Psikologis dan Sosial

Kesepian dan isolasi sosial memiliki dampak besar pada kesejahteraan mental dan emosional. Penelitian menunjukkan bahwa kesepian dapat meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan gangguan kesehatan mental lainnya. Isolasi yang berkepanjangan juga dapat merusak keterampilan sosial, membuat individu semakin sulit kembali berbaur di masyarakat.

Lebih jauh lagi, fenomena ini juga memengaruhi tatanan sosial secara keseluruhan. Generasi muda yang terjebak dalam isolasi sosial cenderung mengalami kesulitan dalam membangun hubungan, baik secara pribadi maupun profesional. Hal ini dapat memperlambat regenerasi sosial dan menciptakan ketimpangan di masa depan.

Fenomena ini mulai mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan berbagai organisasi sosial di Korea Selatan. Beberapa langkah yang telah diambil meliputi:

  1. Program Dukungan Psikologis
    Layanan konseling dan terapi mulai diperluas untuk membantu individu yang mengalami isolasi sosial. Beberapa pusat layanan bahkan menawarkan program khusus untuk membantu mereka yang telah lama menghindari interaksi sosial agar dapat beradaptasi kembali.
  2. Peningkatan Keseimbangan Kerja-Hidup
    Banyak perusahaan mulai mengadopsi kebijakan kerja fleksibel, seperti pengurangan jam kerja dan promosi cuti tahunan. Langkah ini diharapkan dapat memberi ruang bagi pekerja untuk menikmati waktu bersama keluarga dan teman.
  3. Kampanye Kesadaran Sosial
    Media dan pemerintah terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya interaksi sosial dan dampak negatif dari isolasi berkepanjangan. Kampanye ini juga bertujuan mengurangi stigma terhadap individu yang mengalami kesepian atau kegagalan.

Fenomena meningkatnya kesepian dan isolasi sosial di Korea Selatan menjadi pengingat bahwa modernisasi dan kemajuan ekonomi tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan sosial. Tekanan akademik dan dunia kerja yang berat, ditambah kemajuan teknologi yang mengurangi interaksi langsung, menjadi kombinasi yang memicu isolasi sosial.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kerja sama kolektif dari berbagai pihak. Pemerintah, komunitas, dan dunia usaha perlu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung kesejahteraan mental dan mendorong interaksi sosial yang bermakna. Jika dibiarkan tanpa solusi, fenomena ini dapat menjadi ancaman serius bagi keseimbangan sosial dan kualitas hidup masyarakat di masa depan.

 

Oleh: Fatinura Shahira

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *