# Tags
#Gaya Hidup #Sosial #Uncategorized @id

Penyebab rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan

Sumber foto: ET HealthWorld

Memiliki anak adalah Impian bagi sebagian besar pasangan suami istri yang baru menikah ataupun telah lama menikah. Tak sedikit pasangan suami istri yang menginginkan memiliki anak dengan jumlah yang cukup banyak. Namun, hal ini tidak berlaku di Korea Selatan yang mana angka kelahiran di negara tersebut sangatlah rendah. Pasangan suami istri di Korea Selatan memiliki jumlah anak yang tergolong sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain.

Korea Selatan adalah salah satu negara dengan angka kelahiran terendah di dunia. Pada tahun-tahun terkini, angka kelahiran di Korea Selatan telah mencapai tingkat yang sangat rendah, bahkan di bawah tingkat keberlanjutan yang diperlukan untuk mempertahankan jumlah penduduk. Korea Selatan menghadapi penurunan angka kelahiran karena banyak generasi muda yang menjauhkan diri dari pernikahan dan memiliki anak karena kurangnya kesempatan kerja yang layak, harga rumah yang tinggi, dan biaya pendidikan swasta yang mahal. Angka kelahiran yang rendah ini telah menjadi masalah serius bagi Korea Selatan, karena dapat berdampak negatif pada ekonomi, demografi, dan sistem sosialnya. Pasangan di Korea Selatan menganggap bahwasanya memiliki anak bukanlah suatu kewajiban, melainkan merupakan pilihan pribadi.

Korea telah mengalami penurunan angka kelahiran secara dramatis sejak tahun 1960, ketika enam anak dilahirkan per perempuan, dan kini Korea dikenal sebagai salah satu negara dengan angka kelahiran terendah di dunia. Selain itu, menurunnya angka kelahiran juga berkaitan dengan nilai dan sikap mengenai pernikahan, pilihan gaya hidup, peran sebagai orang tua, sikap peran gender, nilai-nilai kesetaraan gender, dan sebagainya.

Ada beberapa hal yang menyebabkan Korea Selatan memiliki angka kelahiran yang rendah, diantaranya adalah Biaya hidup yang tinggi, termasuk biaya pendidikan yang tinggi, biaya perumahan, dan tuntutan gaya hidup konsumtif, telah membuat banyak pasangan menunda atau memutuskan untuk tidak memiliki anak. Budaya kerja yang keras dan tekanan untuk mencapai kesuksesan profesional sering kali membuat pasangan menunda atau menghindari pernikahan dan kelahiran anak. Perubahan dalam peran gender, di mana wanita semakin aktif dalam karier profesional mereka, telah mengubah pandangan tradisional tentang peran perempuan dalam keluarga, yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan tentang pernikahan dan kelahiran anak. Faktor-faktor lain di balik menurunnya angka kelahiran, menurut Kim, adalah meningkatnya jumlah orang yang tidak menikah karena kurangnya sumber daya keuangan, keamanan kerja, dan pengeluaran orang tua lebih dari $400 per siswa setiap bulannya.

Rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan menyebabkan jarang terlihat anak kecil bermain-main layaknya di Indonesia, hal ini juga menjadi salah satu penyebab pasangan di Korea Selatan kurang memiliki keinginan untuk mempunyai anak. Di Korea, banyak laki-laki dan perempuan yang belum menikah tidak menginginkan anak karena mereka ingin menikmati masa hidup yang berorientasi pada kesejahteraan pribadi dan/atau pasangan dan bebas dari kewajiban keluarga. Selain itu, 25% pria lajang senang menikmati kesejahteraan materi tanpa memiliki anak. Selain itu, sekitar 28% pria dan wanita berpendapat bahwa membuat anak bahagia akan sulit, dan menyebut hal ini sebagai alasan utama mereka tidak ingin memiliki anak.

Pemerintah  Korea  Selatan  telah  mengembangkan  dan  melaksanakan  beberapa  program untuk  meningkatkan  angka  fertilitas  guna  menghadapi  angka  kelahiran  rendah  yang  tidak terduga.   Pemerintah   Korea   Selatan   mengumumkan   Perencanaan   Dasar   Pertama   untuk Kesuburan Rendah dan Masyarakat Lanjut Usia (2006-2010) pada tahun 2006, yang berfokus pada  tiga  bidang:Memperluas  dukungan  untuk  biaya  perawatan  dan  pendidikan  anak,  dan memperluas  pendidikan  setelah  sekolah  ke  meringankan  beban  keuangan  rumah  tangga. pemberian  berbagai  insentif  bagi  keluarga  yang  memiliki  anak;  memperkuat  dukungan  bagi keluarga  yang  mengadopsi;  memperluas  fasilitas  penitipan  anak  umum  dan  tempat  kerja, meningkatkan  kualitas  layanan  di  fasilitas  penitipan  anak  swasta,  dan  memperluas  layanan penitipan anak untuk memenuhi tuntutan yang beragam, membangun sistem kesehatan dan gizi untuk  ibu  hamil  dan  anak,  memberikan  dukungan  ekonomi  bagi  pasangan  yang  menderita infertilitas,  dan  bantuan  untuk  perawatan  bayi  pascapersalinan  dan  bayi baru  lahir  dari kelas miskin (Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea, 2012).

Untuk mengatasi penurunan angka kelahiran, pemerintah mengumumkan kenaikan tunjangan bulanan bagi orang tua yang memiliki anak di bawah usia satu tahun. “Mulai sekarang, jumlah tersebut akan meningkat dua kali lipat, dari 300.000 won (sekitar $230) menjadi 700.000 (sekitar $529). Kenaikan lagi pada tahun 2024 akan menghasilkan 1 juta won, atau sekitar $770 per bulan. Gaji bulanan rata-rata di Korea Selatan Korea bernilai sekitar $3.400 pada Desember 2022,” menurut laporan Forum Ekonomi Dunia.

Dampak kebijakan pemerintah Korea yaitu jumlah anak meningkat untuk pertama kalinya sejak  1994  dari  438.000  pada  2005  menjadi  452.000  pada  2006  dan  497.000  pada  2007, meningkatkan TFR (tingkat kesuburan total) dari 1,08 pada 2005 menjadi 1,13 pada 2006 dan 1,26 pada 2007 (Lee , 2009) dalam (Do & Choi, 2013). Selain itu tingkat kepuasan terhadap kebijakan pemerintah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap persepsi persalinan dan pengasuhan anak di kalangan wanita menikah Korea.

 

The Influence of K-Pop Culture on Global

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *