# Tags
#Declining Birth Rate #Sosial

Fakta tentang Angka Kelahiran di Korea Selatan: Tantangan dan Implikasinya

Sumber foto: Koreaportal

 

Korea Selatan, negara yang dikenal dengan kemajuan teknologi, budaya pop atau yang marak disebut K-Pop, dan ekonomi yang kuat, sedang menghadapi masalah yang semakin mendalam terkait dengan angka kelahiran yang menurun. Dalam beberapa dekade terakhir, angka kelahiran di Korea Selatan telah mengalami penurunan signifikan, yang memicu peringatan tentang potensi krisis demografis yang dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan negara tersebut. Artikel ini akan mengulas secara lengkap dan komprehensif fakta-fakta terkait angka kelahiran di Korea Selatan, termasuk penyebab, dampak, serta upaya-upaya pemerintah untuk mengatasinya.

Penurunan Angka Kelahiran yang Signifikan

Angka kelahiran di Korea Selatan telah mengalami penurunan yang dramatis sejak akhir abad ke-20. Pada tahun 1960, total fertilitas (jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita sepanjang hidupnya) di Korea Selatan mencapai sekitar 7,5 anak per wanita, yang pada waktu itu adalah angka yang relatif tinggi. Namun, sejak tahun 1980-an, angka kelahiran mulai turun tajam. Pada tahun 2021, angka total fertilitas Korea Selatan tercatat hanya sekitar 0,81 anak per wanita, salah satu yang terendah di dunia. Angka ini jauh di bawah tingkat penggantian generasi yang diperlukan, yaitu sekitar 2,1 anak per wanita. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, populasi Korea Selatan akan menyusut kecuali ada perubahan signifikan dalam tren kelahiran.

Faktor Penyebab Penurunan Angka Kelahiran

Salah satu faktor utama yang menghambat keinginan untuk memiliki anak adalah beban ekonomi yang berat. Biaya hidup di Korea Selatan, terutama di kota-kota besar seperti Seoul, sangat tinggi. Biaya perumahan, pendidikan, dan kesehatan sangat membebani pasangan muda. Sebagian besar pasangan merasa kesulitan untuk membesarkan anak dalam kondisi finansial yang sulit. Pada akhirnya membuat para pasangan di Korea Selatan jadi berpikir dua kali sebelum memiliki anak. Karena tidak hanya tanggung jawab yang harus dijalankan, namun biaya-biaya yang harus dikeluarkan juga tidak sedikit. Meskipun Korea Selatan dikenal dengan kemajuan di bidang teknologi dan ekonomi, masalah ketidaksetaraan gender masih sangat mencolok. Wanita sering kali menghadapi beban ganda, yaitu tanggung jawab terhadap karir dan rumah tangga. Banyak wanita merasa terhambat untuk memiliki anak karena mereka harus mengorbankan karier atau berjuang dengan ekspektasi sosial yang tinggi.

Walaupun ada beberapa kebijakan untuk mendukung keluarga, banyak pasangan merasa bahwa dukungan tersebut masih belum memadai. Fasilitas penitipan anak yang terbatas, kurangnya cuti melahirkan yang memadai, dan dukungan finansial untuk orang tua masih menjadi isu besar. Masyarakat Korea Selatan juga mengalami perubahan besar dalam gaya hidup, dengan banyak orang yang lebih fokus pada karier dan kesuksesan pribadi. Banyak generasi muda yang memilih untuk menunda pernikahan dan memiliki anak atau bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak sama sekali.

Dampak dari Penurunan Angka Kelahiran

Penurunan angka kelahiran di Korea Selatan memiliki dampak jangka panjang yang serius bagi masyarakat dan perekonomian negara. Salah satu dampak langsung dari penurunan angka kelahiran adalah penuaan populasi yang cepat. Dengan semakin sedikitnya anak yang lahir, jumlah orang tua yang memasuki usia pensiun meningkat. Ini menciptakan ketidakseimbangan antara jumlah penduduk yang aktif bekerja dan yang bergantung pada pensiun atau jaminan sosial. Penurunan angka kelahiran berarti semakin sedikit orang yang memasuki angkatan kerja, yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kesulitan dalam mempertahankan ekonomi yang berkembang. Ini juga memperburuk masalah kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu. Kemudian, Penuaan populasi meningkatkan tekanan pada sistem jaminan sosial dan layanan kesehatan. Semakin banyak warga lanjut usia yang membutuhkan perawatan medis dan pensiun, sementara jumlah pembayar pajak yang mendanai sistem ini semakin berkurang. Ini dapat memperburuk defisit anggaran negara.

Upaya Pemerintah untuk Meningkatkan Angka Kelahiran

Pemerintah Korea Selatan telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi penurunan angka kelahiran, meskipun hasilnya masih terbatas. Pemerintah telah meningkatkan subsidi untuk keluarga dengan anak, seperti memberikan tunjangan kelahiran, tunjangan perawatan anak, dan fasilitas pendidikan gratis untuk anak-anak. Namun, meskipun ada dukungan finansial, banyak orang tua merasa bahwa ini tidak cukup untuk mengimbangi biaya hidup yang terus meningkat. Pemerintah juga mulai memperkenalkan kebijakan cuti melahirkan yang lebih panjang dan cuti orang tua untuk membantu pasangan berbagi beban pengasuhan anak. Namun, meskipun kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan mendorong kelahiran, masih ada banyak tantangan terkait implementasi dan ketimpangan di tempat kerja.Salah satu cara pemerintah mencoba untuk mendukung keluarga adalah dengan memperluas dan memperbaiki layanan penitipan anak. Namun, masalah aksesibilitas dan kualitas layanan penitipan anak masih menjadi perhatian utama bagi banyak pasangan muda. Sebagai tambahan, ada pembicaraan tentang memperkenalkan kebijakan migrasi untuk mengatasi penurunan populasi. Meskipun kebijakan ini masih dalam tahap awal, beberapa negara maju telah berhasil mengatasi penurunan populasi dengan membuka pintu bagi imigran, meskipun hal ini dapat menimbulkan tantangan integrasi sosial.

Kesimpulan

Penurunan angka kelahiran di Korea Selatan adalah masalah yang kompleks dan multidimensional, yang mencakup aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kebijakan. Meskipun pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi masalah ini, hasilnya belum terlihat signifikan. Jika tren ini terus berlanjut, Korea Selatan akan menghadapi tantangan demografis yang besar di masa depan, yang bisa mempengaruhi stabilitas ekonomi dan kesejahteraan sosial negara. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan terkoordinasi untuk menangani masalah ini, dengan melibatkan perubahan sosial, kebijakan yang lebih inklusif, dan dukungan yang lebih kuat bagi keluarga.

 

Oleh: Erfian Ananta Iskandar

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *