Fenomena GODOKSA: Pandemi Kesepian yang Melanda Masyarakat Korea Selatan

Sumber foto: CNN
Korea Selatan, meskipun dikenal sebagai negara yang memiliki budaya pop yang mendunia serta berkemajuan teknologi sangat pesat, tetap tidak dapat menghindari suatu isu yang melanda masyarakatnya. Godoksa, atau istilah yang digunakan untuk menggambarkan “kematian akibat kesepian”, di mana seseorang meninggal sendirian tanpa ada orang lain di sekitar mereka. Peristiwa ini lebih sering melanda pada kalangan pria paruh baya dan lanjut usia, yang sering kali hidup sendiri serta terisolasi dari interaksi sosial. Godoksa dalam beberapa waktu terakhir banyak mendapat perhatian publik dan pemerintah, karena angka kematian akibat kesepian ini meningkat cukup pesat. Ribuan orang ditemukan meninggal sendirian setiap tahun, bahkan sering kali tidak ketahuan selama berhari-hari sampai berminggu-minggu. Yang menunjukkan bahwa kesepian bukanlah masalah individu, melainkan isu sosial yang memerlukan upaya-upaya kolektif.
“Kematian akibat kesepian” terjadi ketika seseorang yang tinggal sendirian, terpisah dari keliarga atau kerabat, meninggal karena bunuh diri atau sakit, dan jasadnya baru ditemukan selang beberapa waktu setelah kejadian.
Mengapa Masyarakat Kesepian?
Banyak orang di Korea Selatan yang mengatakan bahwa mereka merasa kesepian ketika mereka tidak memiliki tujuan atau ketika mereka maexrasa tidak berharga. Sebuah studi menemukan bahwa “kesepian” mencerminkan budaya Korea Selatan yang menekankan orientasi relasional atau cara orang berinteraksi secara individualisme maupun kolektivisme. Akibatnya, mereka akan merasa sangat kesepian atau merasa gagal ketika merasa bahwa mereka tidak cukup memberikan pengaruh kepada lingkungan sekitarnya.
Selain itu, meningkatnya jumlah rumah tannga yang hanya ditinggali oleh satu orang, menurunnya tingkat interaksi sosial selain dengan keluarga dan rekan kerja, media sosial yang menumbuhkan perasaan tidak cukup terhadap diri sendiri, serta budaya Korea Selatan yang sangat kompetitif juga mendorong timbulnya rasa kesepian di tengah masyarakatnya.
Lansia dalam Kemiskinan
Korea Selatan, merupakan salah satu dari beberapa negara di Asia yang menghadapi penurunan demografis, karena masyarakatnya banyak yang mengurangi angka kelahiran. Angka kelahiran di Korea Selatan terus menurun sejak tahun 2015, di mana menurut para ahli hal ini disebabkan oleh budaya kerja yang ketat, peningkatan biaya hidup, serta upah pekerja yang tidak ada perkembangan yang menyebabkan masyarakat menunda untuk menjadi orang tua. Hal tersebut memberikan konsuekensi di mana jutaan masyarakat lanjut usia berjuang untuk bertahan hidup sendiri.
Di tahun 2016, menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) terdapat lebih dari 43% masyarakat Korea Selatan yang berusia di atas 65 tahun terpaksa bertahan hidup di bawah garis kemiskinan – lebih dari tiga kali lipat dari rata-rata nasional negara-negara OECD lainnya.
Kehidupan masyarakat Korea Selatan paruh baya dan lanjut usia dianggap akan memburuk dengan cepat apabila mereka “diasingkan” yang merupakan penyebab utama dari Godoksa ini, tulis Song In-joo, peneliti senior di Seoul Welfare Center, dalam studi tentang kematian akibat kesepian pada tahun 2021.
Kasus Kematian Akibat Kesepian
Terdapat peningkatan jumlah kasus ini dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2023 angkanya mencapai 3.661 kasus, naik dari 3.559 pada tahun 2022 dan 3.378 kasus pada tahun 2021.
Tercatat lebih dari 84% kasus ini adalah laki-laki, lima kali lipat dari jumlah kasus perempuan. Laki-laki usia 50-60an tahun mendominasi. Oleh karena itu, laki-laki paruh baya dianggap sangat rentan terhadap resiko meninggal sendirian.
Repons Pemerintah
Berdasarkan laporan dari The Korean Hald, saat ini terdapat hampir sepertiga rumah tangga di Korea Selatan yang hanya terdiri dari satu orang saja. Kelompok inilah yang paling rentan mengalami fenomena kematian akibat kesepian. Pada tahun 2018, pemerintah Seoul membuat program “pengawas lingkungan”, di mana para anggota dari komunitas ini pergi mengunjungi seseorang yang tinggal sendirian di daerah-daerah terpencil, seperti di apartemen bawah tanah.
Program ini dilaksanakan dengan karyawan rumah sakit dan swalayan yang berperan sebagai “penjaga”, yang bertugas memberi laporan kepada komunitas tersebut ketika terdapat pasien atau pelanggan tetap yang tidak terlihat untuk waktu yang cukup lama.
Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Kematia Akibat Kesepian 2021 merupakan upaya dari pemerintah pusat yang memerintahkan pemerintah daerah untuk membuat kebijakan untuk mengidentifikasi dan membantu masyarakat yang memiliki resiko akan mengalami kematian akibat kesepian. Selain membuat laporan situasi lima tahunan, undang-undang ini juga mengharuskan pemerintah untuk menyusun rencana pencegahan yang komprehensif.
Menurut laporam CNN, tingkat kematian akibat kesepian yang sangat tinggi menyebabkan Pemerintah Kota Seoul mengeluarkan anggaran sebesar 451,3 miliar won atau setara dengan Rp5,1 triliun untuk mengatasi masalah kesepian hingga lima tahun ke depan. Pemerintah melakukan hal tersebut karena mereka berkeinginan masyarakatnya tidak ada yang mengalami hal ini. Dengan anggaran tersebut, program-program yang akan dilakukan antara lain menyediakan platform online untuk konseling yang dapat diakses selama 24 jam dan konsultasi personal.